0 Metalurgi Masa Prasejarah
Metalurgi adalah ilmu, seni, dan teknologi yang mengkaji proses pengolahan dan perekayasaan mineral dan logam. Ruang lingkup metalurgi meliputi: pengolahan mineral, ekstraksi logam dari konsentrat mineral, proses produksi logam, hingga perekayasaan sifat fisik logam. Sejarah ilmu metalurgi diawali dengan teknologi pengolahan hasil pertambangan. Logam yang paling dini digunakan oleh manusia tampaknya adalah emas, yang bisa ditemukan secara bebas. Sejumlah kecil emas telah ditemukan telah digunakan di gua-gua di Spanyol pada masa Paleolitikum, sekitar 40.000 SM. Perak, tembaga, timah dan besi meteor juga dapat ditemukan bebas, dan memungkinkan pengerjaan logam dalam jumlah terbatas. Senjata Mesir yang dibuat dari besi meteor pada sekitar 3000 SM sangat dihargai sebagai "belati dari langit”. Dengan pengetahuan untuk mendapatkan tembaga dan timah dengan memanaskan bebatuan, serta mengombinasikan tembaga dan timah untuk mendapatkan logam paduan yang dinamakan sebagai perunggu, teknologi metalurgi dimulai sekitar tahun 3500 SM pada masa Zaman Perunggu.
Ekstraksi besi dari bijihnya ke dalam logam yang dapat diolah jauh lebih sulit. Proses ini tampaknya telah diciptakan oleh orang-orang Hittit pada sekitar 1200 SM, pada awalZaman Besi. Rahasia ekstraksi dan pengolahan besi adalah faktor kunci dalam keberhasilan orang-orang Filistin. Perkembangan historis metalurgi besi dapat ditemukan dalam berbagai budaya dan peradaban lampau. Ini mencakup kerajaan dan imperium kuno dan abad pertengahan di Timur Tengah dan Timur Dekat, Mesir kuno, dan Anatolia (Turki sekarang), Kartago, Yunani, Romawi kuno, Eropa abad pertengahan, Cina kuno dan pertengahan, India kuno dan pertengahan, Jepang kuno dan pertengahan, dan sebagainya. Pada perjalanannya, banyak penerapan, praktik dan perkakas metalurgi mungkin sudah digunakan di Cina kuno sebelum orang-orang Eropa menguasainya (seperti tanur, besi cor, baja, dan lain-lain).
Di Indonesia, penerapan ilmu-ilmu metalurgi dimulai sejak 500SM di masa Prasejarah, tepatnya pada Zaman Logam (setelah Zaman Batu). Pada zaman logam, masyarakat diketahui telah mampu membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Alat-alat ini pada kehidupan sehari-hari digunakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam, namun bisa juga digunakan sebagai senjata. Masa ini dikenal juga dengan masa perundagian dimana terdapat golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan (dalam pengolahan logam tersebut).
Teknik yang digunakan untuk membuat alat-alat tersebut adalah teknik melebur logam bivalve dan a cire perdue. Teknik bivalve menggunakan cetakan yang ditangkupkan dan dapat dibuka, sehingga setelah dingin cetakan tersebut dapat dibuka, maka keluarlah benda yang dikehendaki. Cetakan tersebut terbuat dari batu ataupun kayu. Sedangkan teknik a cire perdue menggunakan lilin untuk membuat benda yang kita inginkan. Caranya adalah dengan membuat model dari lilin yang kemudian ditutup dengan menggunakan tanah, lalu dilubangi dari atas dan bawah. Setelah itu dibakar, sehingga lilin yang terbungkus dengan tanah akan mencair, dan keluar melalui lubang bagian bawah. Untuk selanjutnya melalui lubang bagian atas dimasukkan cairan logam, dan apabila sudah dingin, cetakan tersebut dipecah sehingga keluarlah benda yang dikehendaki.
Secara umum, zaman logam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua: zaman perunggu, dan zaman besi. Pada zaman perunggu, manusia sudah dapat mencampur tembaga dan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam campuran yang lebih keras daripada logam tembaga ataupun timah itu sendiri. Alat-alat peninggalan zaman ini berupa kapak corong, nekara perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, candrasa, hingga perhiasan. Pada zaman besi, manusia dapat melebur besi dari bijihnya dengan menggunakan suhu sangat tinggi, yaitu ±3500°C. Alat-alat peninggalan zaman ini berupa kapak sabit, cangkul, pedang, pisau, tongkat, tembilang, dll. Pada zaman prasejarah, zaman perunggu lebih dominan daripada zaman besi karena zaman besi lebih banyak muncul pada zaman sejarah Indonesia, sehingga zaman prasejarah Indonesia dikenal juga dengan sebutan zaman perunggu.
Dewasa ini, telah ditemukan berbagai bentuk bukti lain dari penerapan ilmu metalurgi pada zaman prasejarah Indonesia. Pada Maret 2013, ditemukan logam purba yang diketahui mengandung besi dan oksigen (dominan), juga sedikit silika, aluminium, dan karbon, yang ditemukan di situs Gunung Padang, Sumatra Barat. Logam ini lebih lanjut diketahui berusia lebih dari 11.500 tahun, dan memiliki rongga-rongga pada bagian permukaannya. Rongga-rongga ini diduga merupakan fenomena yang terjadi selama pembakaran/pengolahan logam dengan menggunakan suhu sangat tinggi sehingga terjadi penguapan gas-gas yang tidak diperlukan, seperti karbon dioksida, dari dalam logam hingga akhirnya membentuk rongga-rongga pada permukaan logam tersebut. Di samping penemuan logam purba ini, juga ditemukan semen purba yang dapat merekatkan logam-logam purba tersebut untuk proses pembuatan bangunan atau semacamnya. (rkf)
Diolah dari:
-wikipedia.org
-slideshare.net/DwiKusumo/zaman-logam
-teknologi.news.viva.co.id
-sunny-or-rainy.blogspot.com
0 NOTULENSI DISKUSI PUBLIK “RENEGOSIASI KONTRAK FREEPORT, MEMPERJUANGKAN KEADILAN UNTUK INDONESIA”
- Presentasi Rozik
B. Soetjipto
Pertama, Presdir PT
Freeport Indonesia (PTFI), Rozik B. Soetjipto, memberikan presentasi umum mengenai PTFI.
Sejarah PTFI sudah dimulai sejak tahun 1960, dimana saat itu Ekspedisi yang
dipimpin Forbes Wilson dan Del Flint mulai menjelajah Ertsberg. Operasi PTFI
sendiri baru dimulai pada 1967, sejak penandatanganan KK (Kontrak Karya)
pertama. Lalu, tambah Rozik, "Pada 1991, kami menandatangani kontrak
berdurasi 30 tahun, dengan opsi perpanjangan 2x10 tahun."
Potensi cadangan
tembaga di Papua, menurutnya masih sangat besar. "Dengan kapasitas
produksi seperti sekarang, bisa mencapai 40-50 tahun." PTFI sendiri
mengolah sekitar 200.000 ton bijih setiap hari, dengan kandungan Cu (tembaga)
sekitar 0,76%, dan kandungan Au (emas) tak lebih dari 0,8 gram/ton. Dari bijih
sebanyak itu akan diolah hingga diperoleh konsentrat sebanyak sekitar 5500 ton
per hari, dengan kandungan Cu sebesar 21%, dan Au sebesar 17 gram/ton.
Produksi PTFI sendiri tidak selalu mulus. Pada tahun 2011, terdapat pemogokan kerja besar-besaran yang menyebabkan produksi menurun. Selain itu, pada 2014, terjadi penghentian produksi sebesar 60%, sebagai akibat dari larangan ekspor bijih dan konsentrat yang diterapkan pemerintah Indonesia. PTFI memurnikan sebanyak 40% konsentratnya (30% di presentasi ESDM) di Indonesia, tepatnya di PT Smelting Gresik, sehingga perusahaan ini tidak perlu menghentikan seluruh produksinya. Baru mulai bulan Agustus 2014, PTFI diperbolehkan kembali mengekspor konsentrat, dengan dikenai pajak keluar sebesar 7,5%.
Sekitar tahun 2015-2016, diperkirakan cadangan tembaga dan emas yang ada di tambang permukaan akan habis. Itulah sebabnya, mulai tahun 2006, PTFI melakukan tunneling untuk menambang bijih yang ada di bawah tanah. Saat ini, sudah ada 400 km tunnel di bawah tanah, dengan 70% dari total produksi PTFI berasal dari sini. Diharapkan, pada 2022, sekitar 900-1000 km tunnel dibawah tanah seluas 10.000 ha (luas wilayah eksploitasi PTFI) telah selesai dibuat, dengan produksi telah mencapai design capacity-nya. Inilah yang menurut Rozik menjadi prospek PTFI kedepan untuk melanjutkan operasi setelah tahun 2021 (dimana kontrak 30 tahunnya telah habis, namun masih ada opsi perpanjangan 2x10 tahun). Selain itu, investasi yang besar untuk pengembangan tambang bawah tanah ini juga menjadi bahan argumentasi PTFI untuk meneruskan operasi.
Setelah itu, Rozik
melanjutkan presentasinya dengan menjelaskan dampak ekonomi dari adanya PTFI.
Mengutip sebuah studi dari LPEM-FEUI,
Rozik menyebutkan bahwa PTFI telah memberikan kontribusi terhadap PDB
Indonesia sebesar 0,8%, lalu kontribusi terhadap PDRB Provinsi Papua sebesar
37,5%, dan kontribusi sebesar 91% dari PDRB Kabupaten Mimika.
Dari sisi tenaga
kerja, Rozik menyebutkan bahwa PTFI telah menyerap lebih dari 30000 orang
tenaga kerja yang berkewarganegaraan Indonesia, baik sebagai karyawan, maupun
sub-kontraktor. Selain itu, ada sebanyak 796 orang WNA (Warga Negara Asing)
yang juga bekerja di PTFI.
Untuk CSR, PTFI juga telah menganggarkan 1% dari pendapatan kotornya untuk dana kemitraan, serta dana Local Social Development yang besarnya mencapai US$ 71 juta. Dana ini digunakan dalam peningkatan kesehatan dan pendidikan masyarakat, serta untuk pengembangan perekonomian.
Untuk CSR, PTFI juga telah menganggarkan 1% dari pendapatan kotornya untuk dana kemitraan, serta dana Local Social Development yang besarnya mencapai US$ 71 juta. Dana ini digunakan dalam peningkatan kesehatan dan pendidikan masyarakat, serta untuk pengembangan perekonomian.
- Presentasi R. Sukhyar
Di bagian kedua,
Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI, R. Sukhyar, memberikan tambahan-tambahan
dari presentasi sebelumnya. Beliau memberikan pandangan pemerintah dalam
permasalahan Renegosiasi Kontrak PTFI.
UU 4/2009, dalam
pandangan pemerintah, adalah suatu kesempatan untuk mengubah paradigma pengelolaan Sumber
Daya Mineral di negeri ini, dari paradigma lama yang hanya mengeksploitasi, sekedar untuk
mendapatkan keuntungan berupa uang, menjadi paradigma baru, dimana Sumber Daya
Mineral dikelola untuk pembangunan yang berkelanjutan, yaitu pembangunan yang
pro growth, pro job, pro poor, serta pro environment. Namun, usaha ini masih
mendapat tantangan,seperti infrastruktur di Indonesia yang masih kurang, serta
dunia perbankan yang kurang berpihak.
Untuk PTFI sendiri,
Sukhyar memaparkan bahwa dari perundingan-perundingan sebelumnya, luas area
kerja PTFI sudah dikurangi dari 2,6 juta hektar pada tahun 1991, hingga tahun
lalu disepakati
bahwa area kerja
PTFI seluas 127.000 hektar, dengan area eksploitasi hanya seluas 10.000 hektar.
Konsentrat hasil PTFI selama ini sebagian besar diekspor ke berbagai negara,
seperti Spanyol, Filipina, Tiongkok, Jepang, India, serta Korea, sementara
sebagian sisanya (30-40%) dikirim ke PT Smelting Gresik untuk dimurnikan.
Namun, Sukhyar menambahkan, Anode slime yang merupakan sisa pemurnian Tembaga
yang dihasilkan di PT Smelting Gresik, ternyata masih diekspor. Padahal, anode
slime ini masih
mengandung emas serta berbagai logam jarang lainnya yang bernilai tingggi.
Untuk itu,
pemerintah telah menetapkan 2017 sebagai batas akhir bagi perusahaan-perusahaan
tambang untuk membangun industri pemurniannya. "Jadi pasca 2017, tidak ada
lagi ekspor bijih, intermediate, atau
anode slime," kata Sukhyar. Selain itu, UU 4/2009 juga sudah tidak
mengenal istilah 'Kontrak Karya' seperti yang digunakan PTFI pada 1991. Sekarang yang diberikan pada
perusahaan adalah Izin Usaha Pertambangan. Namun, terkait PTFI serta perusahaan
lain yang masih memiliki Kontrak, Sukhyar menambahkan, "Kontrak masih
diakui sampai waktu berakhirnya Kontrak. Setelah itu, semua IUP."
Senada dengan
pernyataan dari PTFI, pemerintah juga berpendapat bahwa dengan investasi dari
PTFI yang besar karena pembangunan underground mine dan smelter, maka pay back
period PTFI akan melewati tahun 2021. Sehingga setelah 2021, PTFI bisa
mendapatkan IUP, namun dengan mengajukan ke pemerintah Indonesia. Selain itu,
ada juga berbagai syarat lain yang harus dipenuhi PTFI, seperti misalnya
Divestasi dan Pemasukan negara. PTFI wajib memberikan 30% sahamnya ke
Pemerintah Indonesia, yang saat ini baru menguasai 9,36%. Kemudian, karena PTFI
masih diperbolehkan mengekspor konsentrat, ia dikenai pajak ekspor sebesar
7,5%, yang akan dihilangkan ketika pembangunan smelter sudah mencapai 30%.
Syarat-syarat lainnya yang harus dipenuhi PTFI antara lain: luas area kerja dan
area eksploitasi, pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, kandungan unsur
lokal, serta kontrak.
Selain membahas
PTFI, Sukhyar juga mengingatkan kepada mahasiswa bahwa masalah di dunia
pertambangan bukan cuma PTFI, tapi ada juga IUP yang bermasalah, serta illegal
mining yang perlu diselesaikan juga.
- Sesi Diskusi
Setelah pemaparan
dari kedua narasumber, dibuka sesi pertanyaan untuk para audiens. Berikut ini
beberapa pertanyaan dan jawabannya:
> Seharusnya,
menurut UU Minerba, tahun 2014 ekspor bijih sudah dilarang. Ini kenapa gagal
(mundur sampai 2017)? Jika tahun 2017 kembali terjadi hal serupa, apakah akan
diundur lagi?
R. Sukhyar (S) :
Faktanya, pemerintah memang lalai dalam mengawal UU 4/2009. Tapi, yang pasti,
pasca 2017, tidak akan ada bijih ataupun bahan antara (intermediate) yang
diekspor. Kalau misalnya tahun 2017 masih belum selesai, akan kita lihat lagi.
Selain itu, UU
4/2009 juga sangat lama dalam pembahasannya. UU ini adalah salah satu dari
sedikit UU yang pembahasannya sampai lebih dari 3 tahun. UU ini juga memerlukan
banyak peraturan tambahan yang perlu dibuat.
Rozik B. Soetjipto
(R) : Dengan UU Minerba, ada banyak hal-hal baru yang menjadi kewajiban
perusahaan, sehingga menimbulkan perdebatan antara pemilik modal dengan
pemerintah.
> Berapa
sebenarnya revenue Freeport? Lalu berapa banyak bagian pemerintah?
R : Revenue PTFI,
sebesar US$ 4-6 milyar. Angka ini adalah hasil penjualan kotor, belum dikurangi
biaya modal dan operasi. Dari situ, pemerintah Indonesia mendapat royalti
sebesar 1%, yang kini telah diubah menjadi 3,75%. Namun perlu diingat, royalti
diambil dari pendapatan kotor. Jika dihitung, maka 3,75% itu setara dengan
sekitar 9% profit PTFI. Selain royalti, kami juga membayar dividen kepada
pemerintah Indonesia sebagai salah satu pemilik saham. Pemerintah Indonesia
mendapatkan 59% dividen yang dibayarkan PTFI kepada pemilik saham. Selain itu,
kami juga membayar pajak badan usaha serta pajak-pajak lainnya.
> Kenapa
pemerintah sepertinya mengikuti keinginan PTFI?
S : Tidak begitu.
Semua harus ada trade-off-nya, tidak bisa seenaknya.
> Apa yang
dilakukan Freeport dari tahun 2009-2014?
R : Kalau dari
perusahaan-perusahaan sendiri, tidak semuanya langsung tunduk dengan UU baru. Perusahaan
berargumen dengan menggunakan Kontrak yang sudah disetujui sebelumnya. Sebagian
ada yang mengambil jalur hukum. Kami tunduk kepada aturan pemerintah, namun
kami juga butuh waktu.
Pada waktu
2009-2014 itu, kami masih membicarakan mengenai Kontrak Karya kami dengan UU
dari Pemerintah, namun
pada akhirnya, kami sepakat untuk mengikuti UU. Kami juga membicarakan mengenai
UU Minerba bersama dengan pihak pemerintah dan pemegang saham lain. Pemegang
saham lainnya merasa keberatan untuk investasi smelter.
> Bagaimana
dengan pembangunan smelter? Apakah pemerintah ikut mengawasi?
S : Untuk membangun
smelter memang perlu perencanaan yang matang. Perlu dipikirkan mengenai kapasitas
produksi, berapa investasinya, apa produknya, dan kemana produknya nanti.
Pemerintah akan mengevaluasi kemajuan pembangunan smelter setiap 6 bulan
sekali, jika ditemukan kemajuannya tidak sesuai batas target, maka ekspor
perusahaan akan dihentikan. Yang mengevaluasi juga bukan tim dari ESDM, namun
teman-teman dari ITB, UI, UGM, dan kampus-kampus lainnya.
> Apakah BUMN
siap untuk mengambil alih tambang yang dikelola PTFI?
S : Kami tidak ada
rencana pengambilalihan seperti itu. Kalau memang ada, harus direncanakan dari
jauh-jauh hari. Namun memang tidak semudah itu. Perlu diingat juga, bahwa
sebenarnya sudah ada wakil dari Pemerintah di jajaran Komisaris PTFI. Namun,
perlu ada wakil pemerintah juga di manajemen.
> Kenapa di
aturan yang baru, batas kandungan mineral untuk diekspor jadi 15%, padahal PTFI
mampu lebih dari itu?
S : Banyak IUP lain
yang kemampuannya berbeda, sehingga tidak bisa disamakan dengan PTFI. Namun,
setelah 2017, yang pasti pemurnian sampai 99,99%.
> Apa yang bisa
dilakukan mahasiswa untuk mengawal kebijakan?
R : Yang saya lihat
selama menjadi dosen, tidak banyak mahasiswa yang berdialog dengan dosen.
Mahasiswa itu harus mampu berbicara. Namun, mahasiswa juga perlu mendalami
pokok permasalahan yang dihadapi.
> Kenapa PTFI
mau membangun smelter?
R : Perlu
diketahui, bahwa pemurnian hanyan meningkatkan 5% nilai logam. Dari segi bisnis
pasti tidak menarik. Lalu, kenapa di Cina banyak industri pemurnian? Jawabannya
adalah karena banyak industri
manufaktur. Produk manufaktur ini memiliki nilai tambah, berupa nilai teknologi
dan kreativitas. Harapan kami, ada
peningkatan nilai logam, sehingga investasi kami bisa segera dikembalikan. Namun, untuk
sementara ini, kami fokus untuk mematuhi peraturan terlebih dulu.
- Closing Statement
Setelah sesi
diskusi selesai, kedua narasumber dipersilahkan untuk memberikan pernyataan
penutup.
Rozik B. Soetjipto menyatakan terima kasihnya telah diundang di acara diskusi tersebut. Mantan dosen ITB ini mengaku bahwa ia baru sekali ini diundang untuk berdiskusi di ITB. Menurutnya, yang penting dari diskusi ini adalah bagaimana masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar. Dari situ, barulah bisa memikirkan bagaimana memperbaiki masalah yang ada. Beliau juga menekankan, bahwa potensi emas di Papua selain PTFI masih banyak, namun tanah Papua sendiri sulit ditaklukkan, karena itu perlu perencanaan dan kebijakan yang matang dari pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya ini.
Rozik B. Soetjipto menyatakan terima kasihnya telah diundang di acara diskusi tersebut. Mantan dosen ITB ini mengaku bahwa ia baru sekali ini diundang untuk berdiskusi di ITB. Menurutnya, yang penting dari diskusi ini adalah bagaimana masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar. Dari situ, barulah bisa memikirkan bagaimana memperbaiki masalah yang ada. Beliau juga menekankan, bahwa potensi emas di Papua selain PTFI masih banyak, namun tanah Papua sendiri sulit ditaklukkan, karena itu perlu perencanaan dan kebijakan yang matang dari pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya ini.
Sementara itu, R.
Sukhyar menegaskan bahwa, dari PTFI ini, yang dilihat tidak hanya keuntungan
dari sisi keuangan saja, namun juga keuntungan dan manfaat lain, seperti
misalnya dari sisi Human Development di Papua.
Selain itu, masalah
yang dihadapi Indonesia bukan hanya mengenai bagaimana mengekstrak logam, tapi
juga bagaimana logam yang sudah murni ini bisa disambut industri manufaktur.
Beliau mengakui, koordinasi antara Kementerian ESDM dengan Kementerian
Perindustrian masih kurang baik di bidang ini. Beliau juga menekankan perlunya
inovasi-inovasi untuk memanfaatkan logam-logam yang ada di Indonesia. (ich, iqp, rud)
0 Hibah XRF dari PT Smelting Gresik
Pada hari Rabu, tanggal 5 November 2014, dilaksanakan prosesi penyerahan alat XRF (X-Ray Fluorescence) dari PT Smelting Gresik kepada Prodi Teknik Metalurgi ITB. Prosesi penyerahan dilaksanakan di Ruang Rapim A Gedung Annex, dan diserahkan langsung oleh Presiden Direktur PT Smelting Gresik, Makoto Miki, kepada Ketua Program Studi Teknik Metalurgi ITB, M. Zaki Mubarok, serta Eddy Agus Basuki selaku Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FTTM. Selain itu, pada acara ini hadir pula perwakilan dari PT Smelting Gresik, Rektorat ITB, serta staf pengajar dan mahasiswa Teknik Metalurgi ITB.
Menurut Makoto Miki, pemberian alat XRF in adalah bagian dari program CSR PT Smelting Gresik, dan beliau juga memuji Prodi Teknik Metalurgi ITB yang telah menghasilkan lulusan-lulusan yang membantu perkembangan PT Smelting Gresik hingga menjadi seperti sekarang ini.
Terima kasih kepada PT Smelting Gresik, semoga alat XRF yang diberikan dapat memberikan sumbangsih kepada kemajuan ilmu metalurgi, khususnya di ITB.
Menurut Makoto Miki, pemberian alat XRF in adalah bagian dari program CSR PT Smelting Gresik, dan beliau juga memuji Prodi Teknik Metalurgi ITB yang telah menghasilkan lulusan-lulusan yang membantu perkembangan PT Smelting Gresik hingga menjadi seperti sekarang ini.
Terima kasih kepada PT Smelting Gresik, semoga alat XRF yang diberikan dapat memberikan sumbangsih kepada kemajuan ilmu metalurgi, khususnya di ITB.
0 LPDP Goes to ITB 2014 : Bersama LPDP Membangun Negeri
Tulisan berikut ini adalah hasil dari acara LPDP Goes to ITB 2014 yang diadakan pada 22 Agustus 2014. Berkas-berkas materi yang disampaikan di acara ini (slide, brosur, petunjuk pendaftaran, dll.) dapat dibuka melalui pranala dibagian bawah artikel.
==========================
Kemajuan
suatu negara sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya.
Indonesia, menurut McKinsey Global Institute, digadang-gadang akan
menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ketujuh dunia pada
tahun 2030, dengan kekuatan potensi pasar sebesar US$1,8 triliun.
Namun bagaimana dengan kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia? Jika
kualitas sumber daya manusia suatu negara dilihat dari jumlah tenaga
ahlinya, maka Indonesia patut waspada. Data dari Dikti menyebutkan
bahwa dari satu juta penduduk Indonesia, hanya 143 orang yang sudah
meraih gelar S3, sementara Malaysia memiliki 509 lulusan S3 per satu
juta penduduk, Jerman memiliki 3.990 Doktor per satu juta orang,
bahkan Jepang mencapai 6.438 lulusan S3 per satu juta penduduk.
Di
sisi lain, Indonesia memiliki potensi yang tak dimiliki negara maju
lain: Bonus demografi. Saat ini, komposisi terbesar penduduk
Indonesia adalah anak-anak dari usia 0-19 tahun, dimana pada 30-35
tahun mendatang, mereka akan menjadi penduduk dengan usia produktif.
Adanya peluang bonus demografi ini, tidak boleh disia-siakan.
Indonesia yang sekarang hanya memiliki 55 juta tenaga terdidik,
nantinya akan memerlukan 113 juta tenaga kerja terdidik pada 2030,
untuk mengelola potensi-potensi negeri ini. Artinya, Indonesia perlu
mempersiapkan diri sedini mungkin untuk memanfaatkan bonus demografi
ini, tentu dengan meningkatkan kualitas pendidikan serta memastikan
semua penduduk Indonesia usia sekolah bersekolah.
Hal-hal
inilah yang melatarbelakangi pemerintah Indonesia untuk membentuk
LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). LPDP dibentuk di bawah 3
Kementerian, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan,
serta Kementerian Agama. Ia diberikan mandat untuk mengelola Dana
Abadi yang digunakan untuk pengembangan pendidikan, yang pada tahun
2013 besarnya mencapai US$1,28 miliar dan berasal dari APBN.
LPDP
sendiri memiliki konsep “Melahirkan Pemimpin Indonesia”, dimana
LPDP akan menyiapkan putra-putri Indonesia untuk menjadi
pemimpin-pemimpin di bidang publik, swasta, maupun sosial. Untuk
membentuk pemimpin yang hebat, tentu diperlukan pendidikan yang
terbaik. Karena itu, LPDP memberikan apa yang disebut ‘Beasiswa
Pendidikan Indonesia’. Beasiswa ini terdiri dari 4 jenis beasiswa
yang berbeda, yaitu Beasiswa Magister dan Doktor, Beasiswa Tesis dan
Disertasi, Beasiswa Afirmasi (untuk mahasiswa asal daerah 3T), serta
Indonesian Presidential Scholarship.
Beasiswa
Magister dan Doktor, Beasiswa Afirmasi, serta Indonesian Presidential
Scholarship memberikan kesempatan bagi warga Indonesia dengan
berbagai latar belakang (mahasiswa atau pekerja, PNS atau swasta, sipil atau militer) untuk memperoleh pendidikan S2 dan/atau S3
terbaik di berbagai perguruan tinggi, baik itu di dalam negeri maupun
luar negeri. Para penerimanya dijanjikan beasiswa penuh (akademik dan
non-akademik) selama masa studi. Namun setelah masa studi selesai,
meski tidak diikat kontrak, para penerima beasiswa diharapkan kembali
ke Indonesia, sebagai bagian dari tanggung jawab moral penerima
beasiswa untuk membangun bangsanya.
Baru
dibentuk pada tahun 2011, namun hingga tahun 2013, sudah lebih dari
1.500 orang yang memperoleh beasiswa ini. Penerima beasiswa ini bukan
hanya dari lulusan perguruan tinggi, namun ada juga yang berasal dari
pihak swasta, PNS, bahkan TNI/Polri. Bidang studi yang dipelajari
para penerima beasiswa juga beragam, mulai dari teknik, sains,
pertanian, hingga ekonomi.
Dengan
besarnya peluang yang dimiliki Indonesia dalam beberapa tahun ke
depan, sudah sepatutnya negeri ini meyiapkan sumber daya manusianya,
dan kita sebagai calon-calon pemimpin negeri ini, sudah sepatutnya
juga menyiapkan diri untuk menyongsong tantangan-tantangan negeri ini
di masa depan. (-ich-)
============================
Link
materi LPDP Goes to ITB 2014 :
0 Muhammad Rizki 'Maros', Ketua Himpunan Terpilih IMMG ITB Periode 2014-2015
Selamat atas terpilihnya Muhammad Rizki 'Maros' sebagai ketua Ikatan Mahasiswa Metalurgi-IMMG ITB yang baru periode 2014-2015 menggantikan Muhammad Ikhwanto ketua IMMG pada periode sebelumnya. Apresiasi yang sebesar-besarnya untuk Muhammad Ikhwanto yang telah berjuang selama satu periode kepengurusan dan telah melahirkan perubahan-perubahan positif di tubuh IMMG dan tentunya selamat berjuang untuk Muhammad Rizki semoga amanah dan mampu menjalankan tanggung jawab ini dengan sebaik-baiknya, siapa kita? MG! MG! MG!
"A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way"- John Maxwell
0 Sharing Alumni
Sebagaimana edisi-edisi sebelumnya, Bullion IMMG akan
membahas tentang salah seorang alumni IMMG yang luar biasa. Pada kesempatan kali ini, tim medkominfo berhasil mewawancarai seseorang yang bisa dibilang
cukup fenomenal di IMMG.
Bagaimana tidak, beliau merupakan mantan ketua PSDA,
mantan Ketua DPA dan senator di IMMG dahulu. Ya, beliau adalah Bang Marco Brachtomo atau
kerap disapa Bang Marco (MG’06). Alumni yang berasal dari Jakarta ini sekarang
bekerja di PT Smelting Gresik sebagai Technical Services Engineer.
0 Lapangan Kerja
Walaupun Teknik
Metalurgi masih kalah populer dibanding jurusan-jurusan lain, namun alumni
teknik metalurgi pada kenyataannya sangat dibutuhkan dalam berbagai sektor
industri, terlebih jumlahnya alumni yang masih terbilang sedikit. Bagaimana
tidak, di Indonesia sendiri jurusan teknik metalurgi setidaknya hanya terdapat
pada 5 universitas, yaitu UNJANI, ITB, UNTIRTA, UI, dan ITS. Alumni metalurgi itu sendiri telah bekerja di berbagai lapangan pekerjaan seperti di
industri pertambangan, industri baja, industri logam, manufaktur, industri
minyak dan gas, perusahaan jasa konsultan, pemasaran, pemerintahan, lembaga
penelitian, hingga perguruan tinggi. Pada kesempatan kali
ini kami ingin memaparkan sedikit terkait lapangan pekerjaan apa saja yang
dapat ditempuh oleh lulusan teknik metalurgi.
0 Upgrade Ilmu di Lecture Series, SNBB III
Ikatan Mahasiswa
Metalurgi (IMMG) ITB beberapa waktu lalu telah berhasil mengadakan acara Lecture Series yang merupakan suatu
acara dalam rangkaian acara Seminar Nasional Besi Baja III, yang dalam periode
ini bertemakan “Peran Strategis Industri Baja
dalam Memajukan Bangsa”. Acara tersebut dilaksanakan pada Kamis-Jumat, 26-27 September
2013 di Auditorium CC Barat, ITB.
Prof. Geofrey Brooks saat acara SNBB 2013 |
Acara yang
digagas oleh salah satu dosen Teknik Metalurgi ITB, Zulfiadi Zulhan ini
berhasil mendatangkan beberapa pemateri yang sudah terkenal dan mahir pada bidangnya, sebut saja dua keynote speech, Prof. Geoffrey Brooks, Professor of
Engineering, Faculty of Engineering & Industrial Sciences, Swinburne
University of Technology dan Prof.Youn-Bae Kang, Graduate Institute of Ferrous Technology
(GIFT), Pohang University of Science and Technology (POSTECH), tidak
ketinggalan juga, beberapa orang ahli dari institusi pemerintah misalnya Direktur Jenderal
Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik
Indonesia, Dr. Thamrin Sihite, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian
Republik Indonesia, Ir. Panggah Susanto, MM. hadir dalam acara tersebut yang semuanya memaparkan dan mendiskusikan
perkembangan-perkembangan teknologi besi baja terkini dan hasil-hasil
penelitian. Telah terekam bahwa lecture series tersebut telah tebagi menjadi 2
sesi dengan sesi pertama tentang Technology
for Iron and Steel Processing dan sesi kedua tentang Iron Ore, Iron Making, Coke Making.
0 Student Paper Competition SNBB 2013
Student Paper Competition SNBB III adalah lomba paper di bidang metalurgi,
khususnya di dalam industri besi baja skala nasional. Student Paper Competition
ini merupakan satu dari beberapa rangkaian acara Seminar Nasional Besi Baja III
yang bertemakan "Peran Strategis Industri Besi Baja dalam Memajukan
Bangsa". Kompetisi ini digelar
untuk memacu kalangan mahasiswa metalurgi dan material untuk membuat kreatifitas
dan inovasi baru dalam rangka memajukan dunia metalurgi di Indonesia. Acaranya
sendiri berlangsung pada tanggal 24 September 2013, dengan Institut Teknologi
Bandung (ITB) sebagai tuan rumah. Dalam kompetisi ini yang menjadi dewan juri
yaitu Bapak Basso Makahanap (SEAISI), Bapak Bambang Suharno (UI), Bapak
Sungging Pintowantoro (ITS), Bapak Arif Basuki (ITB), dan Ibu Soesaptri
Oediyani (Untirta).
Langganan:
Postingan (Atom)