0 BULLION IMMG ed. Februari-Maret 2015

berikut merupakan buletin IMMG "BULLION" terbit edisi Februari-Maret 2015

(click gambar untuk memperbesar)



0 Metalurgi Masa Prasejarah



Metalurgi adalah ilmu, seni, dan teknologi yang mengkaji proses pengolahan dan perekayasaan mineral dan logam. Ruang lingkup metalurgi meliputi: pengolahan mineral, ekstraksi logam dari konsentrat mineral, proses produksi logam, hingga perekayasaan sifat fisik logam. Sejarah ilmu metalurgi diawali dengan teknologi pengolahan hasil pertambangan. Logam yang paling dini digunakan oleh manusia tampaknya adalah emas, yang bisa ditemukan secara bebas. Sejumlah kecil emas telah ditemukan telah digunakan di gua-gua di Spanyol pada masa Paleolitikum, sekitar 40.000 SM. Perak, tembaga, timah dan besi meteor juga dapat ditemukan bebas, dan memungkinkan pengerjaan logam dalam jumlah terbatas. Senjata Mesir yang dibuat dari besi meteor pada sekitar 3000 SM sangat dihargai sebagai "belati dari langit”. Dengan pengetahuan untuk mendapatkan tembaga dan timah dengan memanaskan bebatuan, serta  mengombinasikan tembaga dan timah untuk mendapatkan logam paduan yang dinamakan sebagai perunggu, teknologi metalurgi dimulai sekitar tahun 3500 SM pada masa Zaman Perunggu.

Ekstraksi besi dari bijihnya ke dalam logam yang dapat diolah jauh lebih sulit. Proses ini tampaknya telah diciptakan oleh orang-orang Hittit pada sekitar 1200 SM, pada awalZaman Besi. Rahasia ekstraksi dan pengolahan besi adalah faktor kunci dalam keberhasilan orang-orang Filistin. Perkembangan historis metalurgi besi dapat ditemukan dalam berbagai budaya dan peradaban lampau. Ini mencakup kerajaan dan imperium kuno dan abad pertengahan di Timur Tengah  dan  Timur Dekat, Mesir kuno, dan Anatolia (Turki sekarang), Kartago, Yunani, Romawi kuno, Eropa abad  pertengahan, Cina kuno dan pertengahan, India kuno dan pertengahan, Jepang kuno dan pertengahan, dan sebagainya. Pada perjalanannya, banyak penerapan, praktik dan perkakas metalurgi mungkin sudah digunakan di Cina kuno sebelum orang-orang Eropa menguasainya (seperti tanur, besi cor, baja, dan lain-lain).
 

Di Indonesia, penerapan ilmu-ilmu metalurgi dimulai sejak 500SM di masa Prasejarah, tepatnya pada Zaman Logam (setelah Zaman Batu). Pada zaman logam, masyarakat diketahui telah mampu membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Alat-alat ini pada kehidupan sehari-hari digunakan oleh masyarakat untuk bercocok tanam, namun bisa juga digunakan sebagai senjata. Masa ini dikenal juga dengan masa perundagian dimana terdapat golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan (dalam pengolahan logam tersebut).

Teknik yang digunakan untuk membuat alat-alat tersebut adalah teknik melebur logam bivalve dan a cire perdue. Teknik bivalve menggunakan cetakan yang ditangkupkan dan dapat dibuka, sehingga setelah dingin cetakan tersebut dapat dibuka, maka keluarlah benda yang dikehendaki. Cetakan tersebut terbuat dari batu ataupun kayu. Sedangkan teknik a cire perdue menggunakan lilin untuk membuat benda yang kita inginkan. Caranya adalah dengan membuat model dari lilin yang kemudian ditutup dengan menggunakan tanah, lalu dilubangi dari atas dan bawah. Setelah itu dibakar, sehingga lilin yang terbungkus dengan tanah akan mencair, dan keluar melalui lubang bagian bawah. Untuk selanjutnya melalui lubang bagian atas dimasukkan cairan logam, dan apabila sudah dingin, cetakan tersebut dipecah sehingga keluarlah benda yang dikehendaki.

Secara umum, zaman logam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua: zaman perunggu, dan zaman besi. Pada zaman perunggu, manusia sudah dapat mencampur tembaga dan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam campuran yang lebih keras daripada logam tembaga ataupun timah itu sendiri. Alat-alat peninggalan zaman ini berupa kapak corong, nekara perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, candrasa, hingga perhiasan. Pada zaman besi, manusia dapat melebur besi dari bijihnya dengan menggunakan suhu sangat tinggi, yaitu ±3500°C. Alat-alat peninggalan zaman ini berupa kapak sabit, cangkul, pedang, pisau, tongkat, tembilang, dll. Pada zaman prasejarah, zaman perunggu lebih dominan daripada zaman besi karena zaman besi lebih banyak muncul pada zaman sejarah Indonesia, sehingga zaman prasejarah Indonesia dikenal juga dengan sebutan zaman perunggu.

Dewasa ini, telah ditemukan berbagai bentuk bukti lain dari penerapan ilmu metalurgi pada zaman prasejarah Indonesia. Pada Maret 2013, ditemukan logam purba yang diketahui mengandung besi dan oksigen (dominan), juga sedikit silika, aluminium, dan karbon, yang ditemukan di situs Gunung Padang, Sumatra Barat. Logam ini lebih lanjut diketahui berusia lebih dari 11.500 tahun, dan memiliki rongga-rongga pada bagian permukaannya. Rongga-rongga ini diduga merupakan fenomena yang terjadi selama pembakaran/pengolahan logam dengan menggunakan suhu sangat tinggi sehingga terjadi penguapan gas-gas yang tidak diperlukan, seperti karbon dioksida, dari dalam logam hingga akhirnya membentuk rongga-rongga pada permukaan logam tersebut. Di samping penemuan logam purba ini, juga ditemukan semen purba yang dapat merekatkan logam-logam purba tersebut untuk proses pembuatan bangunan atau semacamnya. (rkf)



Diolah dari:

-wikipedia.org

-slideshare.net/DwiKusumo/zaman-logam

-teknologi.news.viva.co.id

-sunny-or-rainy.blogspot.com
  

 

0 BULLION IMMG edisi Desember 2014 - Januari 2015

Berikut merupakan buletin bulanan IMMG "BULLION" yang terbit pada Desember 2014 - Januari 2015
(click untuk resolusi lebih besar)



0 NOTULENSI DISKUSI PUBLIK “RENEGOSIASI KONTRAK FREEPORT, MEMPERJUANGKAN KEADILAN UNTUK INDONESIA”












- Presentasi Rozik B. Soetjipto
Pertama, Presdir PT Freeport Indonesia (PTFI), Rozik B. Soetjipto, memberikan presentasi umum mengenai PTFI. Sejarah PTFI sudah dimulai sejak tahun 1960, dimana saat itu Ekspedisi yang dipimpin Forbes Wilson dan Del Flint mulai menjelajah Ertsberg. Operasi PTFI sendiri baru dimulai pada 1967, sejak penandatanganan KK (Kontrak Karya) pertama. Lalu, tambah Rozik, "Pada 1991, kami menandatangani kontrak berdurasi 30 tahun, dengan opsi perpanjangan 2x10 tahun."


Potensi cadangan tembaga di Papua, menurutnya masih sangat besar. "Dengan kapasitas produksi seperti sekarang, bisa mencapai 40-50 tahun." PTFI sendiri mengolah sekitar 200.000 ton bijih setiap hari, dengan kandungan Cu (tembaga) sekitar 0,76%, dan kandungan Au (emas) tak lebih dari 0,8 gram/ton. Dari bijih sebanyak itu akan diolah hingga diperoleh konsentrat sebanyak sekitar 5500 ton per hari, dengan kandungan Cu sebesar 21%, dan Au sebesar 17 gram/ton.

Produksi PTFI sendiri tidak selalu mulus. Pada tahun 2011, terdapat pemogokan kerja besar-besaran yang menyebabkan produksi menurun. Selain itu, pada 2014, terjadi penghentian produksi sebesar 60%, sebagai akibat dari larangan ekspor bijih dan konsentrat yang diterapkan pemerintah Indonesia. PTFI memurnikan sebanyak 40% konsentratnya (30% di presentasi ESDM) di Indonesia, tepatnya di PT Smelting Gresik, sehingga perusahaan ini tidak perlu menghentikan seluruh produksinya. Baru mulai bulan Agustus 2014, PTFI diperbolehkan kembali mengekspor konsentrat, dengan dikenai pajak keluar sebesar 7,5%.


Sekitar tahun 2015-2016, diperkirakan cadangan tembaga dan emas yang ada di tambang permukaan akan habis. Itulah sebabnya, mulai tahun 2006, PTFI melakukan tunneling untuk menambang bijih yang ada di bawah tanah. Saat ini, sudah ada 400 km tunnel di bawah tanah, dengan 70% dari total produksi PTFI berasal dari sini. Diharapkan, pada 2022, sekitar 900-1000 km tunnel dibawah tanah seluas 10.000 ha (luas wilayah eksploitasi PTFI) telah selesai dibuat, dengan produksi telah mencapai design capacity-nya. Inilah yang menurut Rozik menjadi prospek PTFI kedepan untuk melanjutkan operasi setelah tahun 2021 (dimana kontrak 30 tahunnya telah habis, namun masih ada opsi perpanjangan 2x10 tahun). Selain itu, investasi yang besar untuk pengembangan tambang bawah tanah ini juga menjadi bahan argumentasi PTFI untuk meneruskan operasi.


Setelah itu, Rozik melanjutkan presentasinya dengan menjelaskan dampak ekonomi dari adanya PTFI. Mengutip sebuah studi dari LPEM-FEUI,  Rozik menyebutkan bahwa PTFI telah memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar 0,8%, lalu kontribusi terhadap PDRB Provinsi Papua sebesar 37,5%, dan kontribusi sebesar 91% dari PDRB Kabupaten Mimika.
Dari sisi tenaga kerja, Rozik menyebutkan bahwa PTFI telah menyerap lebih dari 30000 orang tenaga kerja yang berkewarganegaraan Indonesia, baik sebagai karyawan, maupun sub-kontraktor. Selain itu, ada sebanyak 796 orang WNA (Warga Negara Asing) yang juga bekerja di PTFI. 

Untuk CSR, PTFI juga telah menganggarkan 1% dari pendapatan kotornya untuk dana kemitraan, serta dana Local Social Development yang besarnya mencapai US$ 71 juta. Dana ini digunakan dalam peningkatan kesehatan dan pendidikan masyarakat, serta untuk pengembangan perekonomian.

- Presentasi R. Sukhyar
Di bagian kedua, Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI, R. Sukhyar, memberikan tambahan-tambahan dari presentasi sebelumnya. Beliau memberikan pandangan pemerintah dalam permasalahan Renegosiasi Kontrak PTFI.
UU 4/2009, dalam pandangan pemerintah, adalah suatu kesempatan untuk mengubah paradigma pengelolaan Sumber Daya Mineral di negeri ini, dari paradigma lama yang hanya mengeksploitasi, sekedar untuk mendapatkan keuntungan berupa uang, menjadi paradigma baru, dimana Sumber Daya Mineral dikelola untuk pembangunan yang berkelanjutan, yaitu pembangunan yang pro growth, pro job, pro poor, serta pro environment. Namun, usaha ini masih mendapat tantangan,seperti infrastruktur di Indonesia yang masih kurang, serta dunia perbankan yang kurang berpihak.
Untuk PTFI sendiri, Sukhyar memaparkan bahwa dari perundingan-perundingan sebelumnya, luas area kerja PTFI sudah dikurangi dari 2,6 juta hektar pada tahun 1991, hingga tahun lalu disepakati
bahwa area kerja PTFI seluas 127.000 hektar, dengan area eksploitasi hanya seluas 10.000 hektar. Konsentrat hasil PTFI selama ini sebagian besar diekspor ke berbagai negara, seperti Spanyol, Filipina, Tiongkok, Jepang, India, serta Korea, sementara sebagian sisanya (30-40%) dikirim ke PT Smelting Gresik untuk dimurnikan. Namun, Sukhyar menambahkan, Anode slime yang merupakan sisa pemurnian Tembaga yang dihasilkan di PT Smelting Gresik, ternyata masih diekspor. Padahal, anode
slime ini masih mengandung emas serta berbagai logam jarang lainnya yang bernilai tingggi.
Untuk itu, pemerintah telah menetapkan 2017 sebagai batas akhir bagi perusahaan-perusahaan tambang untuk membangun industri pemurniannya. "Jadi pasca 2017, tidak ada lagi ekspor bijih, intermediate, atau anode slime," kata Sukhyar. Selain itu, UU 4/2009 juga sudah tidak mengenal istilah 'Kontrak Karya' seperti yang digunakan  PTFI pada 1991. Sekarang yang diberikan pada perusahaan adalah Izin Usaha Pertambangan. Namun, terkait PTFI serta perusahaan lain yang masih memiliki Kontrak, Sukhyar menambahkan, "Kontrak masih diakui sampai waktu berakhirnya Kontrak. Setelah itu, semua IUP."
Senada dengan pernyataan dari PTFI, pemerintah juga berpendapat bahwa dengan investasi dari PTFI yang besar karena pembangunan underground mine dan smelter, maka pay back period PTFI akan melewati tahun 2021. Sehingga setelah 2021, PTFI bisa mendapatkan IUP, namun dengan mengajukan ke pemerintah Indonesia. Selain itu, ada juga berbagai syarat lain yang harus dipenuhi PTFI, seperti misalnya Divestasi dan Pemasukan negara. PTFI wajib memberikan 30% sahamnya ke Pemerintah Indonesia, yang saat ini baru menguasai 9,36%. Kemudian, karena PTFI masih diperbolehkan mengekspor konsentrat, ia dikenai pajak ekspor sebesar 7,5%, yang akan dihilangkan ketika pembangunan smelter sudah mencapai 30%. Syarat-syarat lainnya yang harus dipenuhi PTFI antara lain: luas area kerja dan area eksploitasi, pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, kandungan unsur lokal, serta kontrak.
Selain membahas PTFI, Sukhyar juga mengingatkan kepada mahasiswa bahwa masalah di dunia pertambangan bukan cuma PTFI, tapi ada juga IUP yang bermasalah, serta illegal mining yang perlu diselesaikan juga.


- Sesi Diskusi
Setelah pemaparan dari kedua narasumber, dibuka sesi pertanyaan untuk para audiens. Berikut ini beberapa pertanyaan dan jawabannya:
> Seharusnya, menurut UU Minerba, tahun 2014 ekspor bijih sudah dilarang. Ini kenapa gagal (mundur sampai 2017)? Jika tahun 2017 kembali terjadi hal serupa, apakah akan diundur lagi?
R. Sukhyar (S) : Faktanya, pemerintah memang lalai dalam mengawal UU 4/2009. Tapi, yang pasti, pasca 2017, tidak akan ada bijih ataupun bahan antara (intermediate) yang diekspor. Kalau misalnya tahun 2017 masih belum selesai, akan kita lihat lagi.
Selain itu, UU 4/2009 juga sangat lama dalam pembahasannya. UU ini adalah salah satu dari sedikit UU yang pembahasannya sampai lebih dari 3 tahun. UU ini juga memerlukan banyak peraturan tambahan yang perlu dibuat.
Rozik B. Soetjipto (R) : Dengan UU Minerba, ada banyak hal-hal baru yang menjadi kewajiban perusahaan, sehingga menimbulkan perdebatan antara pemilik modal dengan pemerintah.

> Berapa sebenarnya revenue Freeport? Lalu berapa banyak bagian pemerintah?
R : Revenue PTFI, sebesar US$ 4-6 milyar. Angka ini adalah hasil penjualan kotor, belum dikurangi biaya modal dan operasi. Dari situ, pemerintah Indonesia mendapat royalti sebesar 1%, yang kini telah diubah menjadi 3,75%. Namun perlu diingat, royalti diambil dari pendapatan kotor. Jika dihitung, maka 3,75% itu setara dengan sekitar 9% profit PTFI. Selain royalti, kami juga membayar dividen kepada pemerintah Indonesia sebagai salah satu pemilik saham. Pemerintah Indonesia mendapatkan 59% dividen yang dibayarkan PTFI kepada pemilik saham. Selain itu, kami juga membayar pajak badan usaha serta pajak-pajak lainnya.

> Kenapa pemerintah sepertinya mengikuti keinginan PTFI?
S : Tidak begitu. Semua harus ada trade-off-nya, tidak bisa seenaknya.

> Apa yang dilakukan Freeport dari tahun 2009-2014?
R : Kalau dari perusahaan-perusahaan sendiri, tidak semuanya langsung tunduk dengan UU baru. Perusahaan berargumen dengan menggunakan Kontrak yang sudah disetujui sebelumnya. Sebagian ada yang mengambil jalur hukum. Kami tunduk kepada aturan pemerintah, namun kami juga butuh waktu. 
Pada waktu 2009-2014 itu, kami masih membicarakan mengenai Kontrak Karya kami dengan UU dari Pemerintah, namun pada akhirnya, kami sepakat untuk mengikuti UU. Kami juga membicarakan mengenai UU Minerba bersama dengan pihak pemerintah dan pemegang saham lain. Pemegang saham lainnya merasa keberatan untuk investasi smelter.

> Bagaimana dengan pembangunan smelter? Apakah pemerintah ikut mengawasi?
S : Untuk membangun smelter memang perlu perencanaan yang matang. Perlu dipikirkan mengenai kapasitas produksi, berapa investasinya, apa produknya, dan kemana produknya nanti. Pemerintah akan mengevaluasi kemajuan pembangunan smelter setiap 6 bulan sekali, jika ditemukan kemajuannya tidak sesuai batas target, maka ekspor perusahaan akan dihentikan. Yang mengevaluasi juga bukan tim dari ESDM, namun teman-teman dari ITB, UI, UGM, dan kampus-kampus lainnya.

> Apakah BUMN siap untuk mengambil alih tambang yang dikelola PTFI?
S : Kami tidak ada rencana pengambilalihan seperti itu. Kalau memang ada, harus direncanakan dari jauh-jauh hari. Namun memang tidak semudah itu. Perlu diingat juga, bahwa sebenarnya sudah ada wakil dari Pemerintah di jajaran Komisaris PTFI. Namun, perlu ada wakil pemerintah juga di manajemen.

> Kenapa di aturan yang baru, batas kandungan mineral untuk diekspor jadi 15%, padahal PTFI mampu lebih dari itu?
S : Banyak IUP lain yang kemampuannya berbeda, sehingga tidak bisa disamakan dengan PTFI. Namun, setelah 2017, yang pasti pemurnian sampai 99,99%.

> Apa yang bisa dilakukan mahasiswa untuk mengawal kebijakan?
R : Yang saya lihat selama menjadi dosen, tidak banyak mahasiswa yang berdialog dengan dosen. Mahasiswa itu harus mampu berbicara. Namun, mahasiswa juga perlu mendalami pokok permasalahan yang dihadapi.

> Kenapa PTFI mau membangun smelter?
R : Perlu diketahui, bahwa pemurnian hanyan meningkatkan 5% nilai logam. Dari segi bisnis pasti tidak menarik. Lalu, kenapa di Cina banyak industri pemurnian? Jawabannya adalah karena banyak industri manufaktur. Produk manufaktur ini memiliki nilai tambah, berupa nilai teknologi dan kreativitas. Harapan kami, ada peningkatan nilai logam, sehingga investasi kami bisa segera dikembalikan. Namun, untuk sementara ini, kami fokus untuk mematuhi peraturan terlebih dulu.
- Closing Statement
Setelah sesi diskusi selesai, kedua narasumber dipersilahkan untuk memberikan pernyataan penutup.

Rozik B. Soetjipto menyatakan terima kasihnya telah diundang di acara diskusi tersebut. Mantan dosen ITB ini mengaku bahwa ia baru sekali ini diundang untuk berdiskusi di ITB. Menurutnya, yang penting dari diskusi ini adalah bagaimana masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar. Dari situ, barulah bisa memikirkan bagaimana memperbaiki masalah yang ada. Beliau juga menekankan, bahwa potensi emas di Papua selain PTFI masih banyak, namun tanah Papua sendiri sulit ditaklukkan, karena itu perlu perencanaan dan kebijakan yang matang dari pemerintah untuk memanfaatkan sumber daya ini.
Sementara itu, R. Sukhyar menegaskan bahwa, dari PTFI ini, yang dilihat tidak hanya keuntungan dari sisi keuangan saja, namun juga keuntungan dan manfaat lain, seperti misalnya dari sisi Human Development di Papua.


Selain itu, masalah yang dihadapi Indonesia bukan hanya mengenai bagaimana mengekstrak logam, tapi juga bagaimana logam yang sudah murni ini bisa disambut industri manufaktur. Beliau mengakui, koordinasi antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Perindustrian masih kurang baik di bidang ini. Beliau juga menekankan perlunya inovasi-inovasi untuk memanfaatkan logam-logam yang ada di Indonesia. (ich, iqp, rud)

0 Hibah XRF dari PT Smelting Gresik

Pada hari Rabu, tanggal 5 November 2014, dilaksanakan prosesi penyerahan alat XRF (X-Ray Fluorescence) dari PT Smelting Gresik kepada Prodi Teknik Metalurgi ITB. Prosesi penyerahan dilaksanakan di Ruang Rapim A Gedung Annex, dan diserahkan langsung oleh Presiden Direktur PT Smelting Gresik, Makoto Miki, kepada Ketua Program Studi Teknik Metalurgi ITB, M. Zaki Mubarok, serta Eddy Agus Basuki selaku Wakil Dekan Bidang Sumber Daya FTTM. Selain itu, pada acara ini hadir pula perwakilan dari PT Smelting Gresik, Rektorat ITB, serta staf pengajar dan mahasiswa Teknik Metalurgi ITB.




Menurut Makoto Miki, pemberian alat XRF in adalah bagian dari program CSR PT Smelting Gresik, dan beliau juga memuji Prodi Teknik Metalurgi ITB yang telah menghasilkan lulusan-lulusan yang membantu perkembangan PT Smelting Gresik hingga menjadi seperti sekarang ini.


Terima kasih kepada PT Smelting Gresik, semoga alat XRF yang diberikan dapat memberikan sumbangsih kepada kemajuan ilmu metalurgi, khususnya di ITB.



0 LPDP Goes to ITB 2014 : Bersama LPDP Membangun Negeri

Tulisan berikut ini adalah hasil dari acara LPDP Goes to ITB 2014 yang diadakan pada 22 Agustus 2014. Berkas-berkas materi yang disampaikan di acara ini (slide, brosur, petunjuk pendaftaran, dll.) dapat dibuka melalui pranala dibagian bawah artikel.

==========================

Kemajuan suatu negara sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Indonesia, menurut McKinsey Global Institute, digadang-gadang akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ketujuh dunia pada tahun 2030, dengan kekuatan potensi pasar sebesar US$1,8 triliun. Namun bagaimana dengan kesiapan Sumber Daya Manusia Indonesia? Jika kualitas sumber daya manusia suatu negara dilihat dari jumlah tenaga ahlinya, maka Indonesia patut waspada. Data dari Dikti menyebutkan bahwa dari satu juta penduduk Indonesia, hanya 143 orang yang sudah meraih gelar S3, sementara Malaysia memiliki 509 lulusan S3 per satu juta penduduk, Jerman memiliki 3.990 Doktor per satu juta orang, bahkan Jepang mencapai 6.438 lulusan S3 per satu juta penduduk.

Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi yang tak dimiliki negara maju lain: Bonus demografi. Saat ini, komposisi terbesar penduduk Indonesia adalah anak-anak dari usia 0-19 tahun, dimana pada 30-35 tahun mendatang, mereka akan menjadi penduduk dengan usia produktif. Adanya peluang bonus demografi ini, tidak boleh disia-siakan. Indonesia yang sekarang hanya memiliki 55 juta tenaga terdidik, nantinya akan memerlukan 113 juta tenaga kerja terdidik pada 2030, untuk mengelola potensi-potensi negeri ini. Artinya, Indonesia perlu mempersiapkan diri sedini mungkin untuk memanfaatkan bonus demografi ini, tentu dengan meningkatkan kualitas pendidikan serta memastikan semua penduduk Indonesia usia sekolah bersekolah.

Hal-hal inilah yang melatarbelakangi pemerintah Indonesia untuk membentuk LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan). LPDP dibentuk di bawah 3 Kementerian, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan, serta Kementerian Agama. Ia diberikan mandat untuk mengelola Dana Abadi yang digunakan untuk pengembangan pendidikan, yang pada tahun 2013 besarnya mencapai US$1,28 miliar dan berasal dari APBN.

LPDP sendiri memiliki konsep “Melahirkan Pemimpin Indonesia”, dimana LPDP akan menyiapkan putra-putri Indonesia untuk menjadi pemimpin-pemimpin di bidang publik, swasta, maupun sosial. Untuk membentuk pemimpin yang hebat, tentu diperlukan pendidikan yang terbaik. Karena itu, LPDP memberikan apa yang disebut ‘Beasiswa Pendidikan Indonesia’. Beasiswa ini terdiri dari 4 jenis beasiswa yang berbeda, yaitu Beasiswa Magister dan Doktor, Beasiswa Tesis dan Disertasi, Beasiswa Afirmasi (untuk mahasiswa asal daerah 3T), serta Indonesian Presidential Scholarship.

Beasiswa Magister dan Doktor, Beasiswa Afirmasi, serta Indonesian Presidential Scholarship memberikan kesempatan bagi warga Indonesia dengan berbagai latar belakang (mahasiswa atau pekerja, PNS atau swasta, sipil atau militer) untuk memperoleh pendidikan S2 dan/atau S3 terbaik di berbagai perguruan tinggi, baik itu di dalam negeri maupun luar negeri. Para penerimanya dijanjikan beasiswa penuh (akademik dan non-akademik) selama masa studi. Namun setelah masa studi selesai, meski tidak diikat kontrak, para penerima beasiswa diharapkan kembali ke Indonesia, sebagai bagian dari tanggung jawab moral penerima beasiswa untuk membangun bangsanya.

Baru dibentuk pada tahun 2011, namun hingga tahun 2013, sudah lebih dari 1.500 orang yang memperoleh beasiswa ini. Penerima beasiswa ini bukan hanya dari lulusan perguruan tinggi, namun ada juga yang berasal dari pihak swasta, PNS, bahkan TNI/Polri. Bidang studi yang dipelajari para penerima beasiswa juga beragam, mulai dari teknik, sains, pertanian, hingga ekonomi.

Dengan besarnya peluang yang dimiliki Indonesia dalam beberapa tahun ke depan, sudah sepatutnya negeri ini meyiapkan sumber daya manusianya, dan kita sebagai calon-calon pemimpin negeri ini, sudah sepatutnya juga menyiapkan diri untuk menyongsong tantangan-tantangan negeri ini di masa depan. (-ich-)

============================

Link materi LPDP Goes to ITB 2014 :


0 Muhammad Rizki 'Maros', Ketua Himpunan Terpilih IMMG ITB Periode 2014-2015

       Selamat atas terpilihnya Muhammad Rizki 'Maros' sebagai ketua Ikatan Mahasiswa Metalurgi-IMMG ITB yang baru periode 2014-2015 menggantikan Muhammad Ikhwanto ketua IMMG pada periode sebelumnya. Apresiasi yang sebesar-besarnya untuk Muhammad Ikhwanto yang telah berjuang selama satu periode kepengurusan dan telah melahirkan perubahan-perubahan positif di tubuh IMMG dan tentunya selamat berjuang untuk Muhammad Rizki semoga amanah dan mampu menjalankan tanggung jawab ini dengan sebaik-baiknya, siapa kita? MG! MG! MG!
"A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way"- John Maxwell

0 Sharing Alumni

Sebagaimana edisi-edisi sebelumnya, Bullion IMMG akan membahas tentang salah seorang alumni IMMG yang luar biasa. Pada kesempatan kali ini, tim medkominfo berhasil mewawancarai seseorang yang bisa dibilang cukup fenomenal di IMMG

Bagaimana tidak, beliau merupakan mantan ketua PSDA, mantan Ketua DPA dan senator di IMMG dahulu. Ya, beliau adalah Bang Marco Brachtomo atau kerap disapa Bang Marco (MG’06). Alumni yang berasal dari Jakarta ini sekarang bekerja di PT Smelting Gresik sebagai Technical Services Engineer.





0 Lapangan Kerja

   
     Walaupun Teknik Metalurgi masih kalah populer dibanding jurusan-jurusan lain, namun alumni teknik metalurgi pada kenyataannya sangat dibutuhkan dalam berbagai sektor industri, terlebih jumlahnya alumni yang masih terbilang sedikit. Bagaimana tidak, di Indonesia sendiri jurusan teknik metalurgi setidaknya hanya terdapat pada 5 universitas, yaitu UNJANI, ITB, UNTIRTA, UI, dan ITS. Alumni metalurgi itu sendiri telah bekerja di berbagai lapangan pekerjaan seperti di industri pertambangan, industri baja, industri logam, manufaktur, industri minyak dan gas, perusahaan jasa konsultan, pemasaran, pemerintahan, lembaga penelitian, hingga perguruan tinggi. Pada kesempatan kali ini kami ingin memaparkan sedikit terkait lapangan pekerjaan apa saja yang dapat ditempuh oleh lulusan teknik metalurgi.

0 Medkominfo IMMG ITB Proudly Present - Workshop Menulis


0 Upgrade Ilmu di Lecture Series, SNBB III


Ikatan Mahasiswa Metalurgi (IMMG) ITB beberapa waktu lalu telah berhasil mengadakan acara Lecture Series yang merupakan suatu acara dalam rangkaian acara Seminar Nasional Besi Baja III, yang dalam periode ini bertemakan “Peran Strategis Industri Baja dalam Memajukan Bangsa”. Acara tersebut dilaksanakan pada Kamis-Jumat, 26-27 September 2013 di Auditorium CC Barat, ITB.
Prof. Geofrey Brooks saat acara SNBB 2013 
Acara yang digagas oleh salah satu dosen Teknik Metalurgi ITB, Zulfiadi Zulhan ini berhasil mendatangkan beberapa pemateri yang sudah terkenal dan  mahir pada bidangnya, sebut saja dua keynote speech, Prof. Geoffrey Brooks, Professor of Engineering, Faculty of Engineering & Industrial Sciences, Swinburne University of Technology dan Prof.Youn-Bae Kang, Graduate Institute of Ferrous Technology (GIFT), Pohang University of Science and Technology (POSTECH), tidak ketinggalan juga, beberapa orang ahli dari institusi pemerintah misalnya Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Dr. Thamrin Sihite, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Ir. Panggah Susanto, MM. hadir dalam acara tersebut  yang semuanya memaparkan dan mendiskusikan perkembangan-perkembangan teknologi besi baja terkini dan hasil-hasil penelitian. Telah terekam bahwa lecture series tersebut telah tebagi menjadi 2 sesi dengan sesi pertama tentang  Technology for Iron and Steel Processing dan sesi kedua tentang Iron Ore, Iron Making, Coke Making.

0 Student Paper Competition SNBB 2013


Student Paper Competition SNBB III adalah lomba paper di bidang  metalurgi, khususnya di dalam industri besi baja skala nasional. Student Paper Competition ini merupakan satu dari beberapa rangkaian acara Seminar Nasional Besi Baja III yang bertemakan "Peran Strategis Industri Besi Baja dalam Memajukan Bangsa".  Kompetisi ini digelar untuk memacu kalangan mahasiswa metalurgi dan material untuk membuat kreatifitas dan inovasi baru dalam rangka memajukan dunia metalurgi di Indonesia. Acaranya sendiri berlangsung pada tanggal 24 September 2013, dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) sebagai tuan rumah. Dalam kompetisi ini yang menjadi dewan juri yaitu Bapak Basso Makahanap (SEAISI), Bapak Bambang Suharno (UI), Bapak Sungging Pintowantoro (ITS), Bapak Arif Basuki (ITB), dan Ibu Soesaptri Oediyani (Untirta).
 

Kicau IMMG

Agenda IMMG

MetalNews (by Fastmarkets)